Thursday, March 10, 2011

Do'a Sebagai Pemusnah Kesusahan




flickr.com

اللّهُمَّ إِنِّيْ عَبْدُكَ، وَابْنُ عَبْدِكَ، وَابْنُ أَمَتِكَ، نَاصِيَتِيْ بِيَدِكَ، مَاضٍ فِيَّ حُكْمُكَ، عَدْلٌ فِيَّ قَضَاؤُكَ، أَسْأَلُكَ بِكُلِّ اسْمٍ هُوَ لَكَ، سَمَّيْتَ بِهِ نَفْسَكَ، أَوْ عَلَّمْتَهُ أَحَدًا مِنْ خَلْقِكَ، أَوْ أَنْزَلْتَهُ فِيْ كِتَابِكَ، أَوِ اسْتَأْثَرْتَ بِهِ فِيْ عِلْمِ الْغَيْبِ عِنْدَكَ، أَنْ تَجْعَلَ الْقُرْآنَ رَبِيْعَ قَلْبِيْ، وَنُوْرَ صَدْرِيْ، وَجَلاَءَ حُزْنِيْ، وَذَهَابَ هَمِّ

“Wahai Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak dari hamba-Mu yang laki-laki dan perempuan (dari ayahku hingga Adam, dan dari ibuku hingga Hawa), ubun-ubunku dalam genggaman tangan-Mu, telah tetap hukum-Mu terhadapku, sungguh adil ketentuan (takdir)-Mu atasku. Aku memohon kepada-Mu dengan (wasilah) Nama-Nama-Mu, yang Engkau namakan diri-Mu dengannya, atau yang telah Engkau ajarkan kepada salah seorang hamba-Mu, atau yang telah Engkau turunkan dalam Kitab-Mu, atau yang Engkau rahasiakan di dalam ilmu ghaib di sisi-Mu; agar sudi kiranya Engkau jadikan al-Qur-an sebagai “hujan musim semi” dalam hatiku, cahaya di dadaku, penghilang kesedihanku dan kesusahanku.”
Dari Abdullah bin Mas’ud Radhiallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda (artinya): “Tidaklah seseorang ditimpa kesusahan ataupun kesedihan kemudian dia membaca: ...(do’a di atas)... melainkan Allah pasti akan menghilangkan kesusahan dan kesedihannya tersebut, lalu mengganti keadaannya dengan kelapangan dan kegembiraan.” Lantas ditanyakan kepada beliau: “Wahai Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam! Tidakkah seharusnya kami mempelajari do’a tersebut? Maka Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam menjawab: “Tentu saja, sudah sepatutnya bagi orang yang mendengar do’a ini untuk mempelajarinya.” [Hadits Shahih, riwayat Ahmad: 3712, lih. Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah No. 199]
Boleh jadi kita telah mendengar lafaz do’a di atas berkali-kali, baik dari mimbar-mimbar khutbah, atau dari pengajian-pengajian maupun dari membaca kitab-kitab. Namun boleh jadi sebagian dari kita belum mempelajarinya, baik dari menghafalnya, atau dari memahami makna serta kandungan do’a ini, bahkan dari mengucapkannya ketika kita tertimpa kesusahan.
Do’a yang agung ini mengandung 4 perkara yang agung pula. Wajib untuk mengilmui dan memahaminya agar do’a ini benar-benar memberikan faidah bagi yang berdo’a. Keempat perkara tersebut adalah:
1. MEREALISAKSIKAN TAUHIDULLAH
Yaitu mewujudkan kemurnian ‘ubudiyyah (ibadah dan penghambaan diri) hanya kepada Allah. Jika engkau menginginkan hilangnya kesusahan dan kesempitan dari hidupmu, maka wujudkanlah ‘ubudiyyah hanya kepada-Nya. Camkanlah bagaimana ikrar ‘ubudiyyah tersirat dari do’a yang agung ini. Engkau mengucapkan: “Wahai Allah, sesungguhnya aku adalah hamba-Mu, anak dari hamba-Mu yang laki-laki dan perempuan...”, ucapan ini bermakna; aku hanya menyeru kepada-Mu, mengharap kepada-Mu, meminta kepada-Mu, bersandar kepada-Mu, dan aku hanya kembali kepada-Mu. Kalimat: “aku adalah hamba-Mu...” juga mengandung makna; aku hanya menyembah-Mu, menghinakan diri kepada-Mu, Engkau yang menciptakan aku, Engkau yang menjadikan aku ada setelah sebelumnya aku tidak ada, dan Engkaulah yang memegang kendali setiap urusanku.
Adapun kalimat “aku adalah anak dari hamba-Mu yang laki-laki dan perempuan..” bermakna; aku adalah anak dari ayahku, kakekku, sampai ke Nabi Adam, yang mana mereka semua adalah hamba-Mu tanpa terkecuali. Dan aku adalah anak dari ibuku, sampai ke Hawa, yang mana mereka semua adalah hamba-Mu tanpa terkecuali.
Tentang hal ini terdapat 4 buah hadits yang menguatkan kesimpulan bahwa Tauhidullah adalah penghilang utama kesusahan dan kesempitan hidup manusia.
Hadits Pertama: Dari Ibnu ‘Abbas Radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam ketika dalam kondisi susah, beliau mengucapkan:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ الْعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيْمِ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ رَبُّ السَّمَوَاتِ وَرَبُّ الأَرْضِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْكَرِيْمِ
Tidak ada Tuhan yang berhak disembah (dengan benar) kecuali Allah, Yang Mahaagung dan Mahalembut. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah (dengan benar) kecuali Allah, Tuhan ‘Arsy yang besar. Tidak ada Tuhan yang berhak disembah (dengan benar) kecuali Allah, Tuhan langit, Tuhan bumi dan Tuhan ‘Arsy yang mulia.” [Hadits Shahih, Shahih Bukhari: 6346, Shahih Muslim: 2703]
Jika makna do’a di atas benar-benar merasuk ke dalam hati dan telah menguasainya, maka hati akan disibukkan oleh hakikat dan tujuan terbesar dalam hidupnya, yaitu Allah. Sehingga segala rasa sakit dan susah di dunia, segenap masalah sebesar apapun itu, akan menjadi kecil bahkan sirna tanpa ada sisa.
Hadits Kedua: Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam berkata kepada Asma’ binti ‘Umais; “Maukah engkau aku ajarkan beberapa kalimat yang bisa engkau ucapkan ketika tertimpa kesusahan? Yaitu engkau mengucapkan:
 اللهُ، اللهُ رَبِّيْ لاَ أُشْرِكُ بِهِ شَيْئًا
Allah..., Allah Tuhanku, aku tidak berbuat syirik terhadap-Nya sedikitpun.” [Hadits Shahih, riwayat Abu Dawud, lih. Shahihut Targhib: 1824]
Hadits Ketiga: Dari Abu Bakrah Radhiallahu ‘anhu bahwasanya Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam pernah mengajarkan do’a bagi mereka yang tertimpa kesusahan:
اللَّهُمَّ رَحْمَتَكَ أَرْجُوْا، فَلاَ تَكِلْنِيْ إِلَى نَفْـسِيْ طَرْفَتَ عَيْنٍ، وَأَصْلِحْ لِيْ شَأْنِيْ كُلَّهُ، لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ
Ya Allah, hanya rahmat-Mu yang aku harapkan, maka janganlah Engkau tinggalkan aku bergantung pada diriku sendiri walaupun hanya sekejap mata, dan perbaikilah segala urusanku, Tidak ada Tuhan yang berhak disembah (dengan benar) kecuali hanya Engkau seorang.” [Hadits Hasan, riwayat Abu Dawud, lih. Shahihul Jami’: 3388]
Hadits Keempat: Dari Sa’ad bin Abi Waqqash Radhiallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam pernah bersabda: “Do’a Nabi Yunus (Dzun Nuun) ketika dia terpenjara di dalam perut ikan:
لاَ إِلَهَ إِلاَ أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّيْ كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِيْنَ
Tidak ada Tuhan yang berhak disembah (dengan benar) selain Engkau, Mahasuci Engkau, sungguh aku termasuk orang yang telah berbuat zhalim.” Tidaklah seseorang berdo’a dengannya (menggunakan kalimat tersebut) dalam kondisi apapun, melainkan pasti Allah akan mengabulkan (do’a)nya.’” [Hadits Shahih, riwayat at-Tirmidzi, lih. Shahihul Jami’: 3383]
Keempat do’a di atas (jika direnungkan maknanya) maka sangat jelas bahwa keempat-empatnya mengandung hakikat makna kalimat tauhid “Laa ilaaha illallaah”. Sehingga dapat disimpulkan bahwa; Tauhidullah adalah obat yang paling mujarab dan paling cepat dalam memusnahkan rasa susah, sakit, sedih, dan gundah gulana.
PENTING untuk dicatat, bahwa do’a-do’a di atas hanya akan manjur dengan syarat; orang yang mengamalkannya benar-benar memahami, meyakini makna dan mewujudkan konsekuensi-konsekuensi dari do’a tersebut. Sehingga bagi orang yang bergantung kepada selain Allah -misalkan-, baik itu kuburan orang-orang sholeh atau benda-benda “keramat” yang dianggap sakti, maka do’a-doa’ di atas tidak ada faidahnya sama sekali. Bahkan orang tersebut akan selalu terbelenggu dalam perbudakan makhluk, kesusahan dan kesempitan hidupnya tidak akan pernah sirna karena ia telah berbuat syirik kepada Allah, dan melanggar konsekuensi-konsekuensi dari makna do’a-do’a tersebut.
2. IMAN PADA TAKDIR ALLAH  
Takdir adalah ketentuan Allah yang telah tetap atas semua makhluk-Nya. Termasuk di dalamnya kesusahan hidup, musibah, kemiskinan dan kemelaratan, juga kebahagiaan dan kesenangan.  Sekalipun musibah terasa pahit, namun tetap itu adalah takdir Allah Yang Mahaadil yang tidak akan pernah zhalim kepada makhluk-Nya. Keridhaan menerima takdir Allah (khususnya yang pahit) dengan sabar, justru akan mendatangkan ketenangan hidup, mengobati hati yang susah, dan melapangkan kesempitan di dalam dada.
Oleh karena itu di dalam do’a (yang sedang dikupas) ini terdapat ikrar akan takdir Allah, yaitu pada kalimat; “ubun-ubunku berada dalam genggaman tangan-Mu, telah tetap hukum-Mu terhadapku, sungguh adil ketentuan (takdir)-Mu atasku...”
Allah berfirman (artinya): “Tidaklah suatu musibah menimpa, melainkan dengan izin Allah. Barangsiapa yang beriman kepada Allah maka Allah akan memberi petunjuk pada hatinya.” [QS. at-Taghabun: 11]
Ulama salaf menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan “orang yang beriman kepada Allah” dalam ayat di atas adalah: “hamba mukmin yang apabila ditimpa musibah, dengan segera ia mengetahui bahwa musibah tersebut datang dari Allah, lantas ia ridha dan menyerah diri kepada Allah.” [Aatsarul Adzkaar as-Syar’iyyah hal. 30, Syaikh ‘Abdurrazzaq al-Badr]
3. TAWASSUL DENGAN “ASMA’ ALLAH”
Bertawassul menggunakan Nama-Nama dan Sifat Allah adalah salah satu cara berdo’a yang paling disyari’atkan dalam Islam, dan pengaruhnya pun sangat ampuh. Allah berfirman:
وَلِلّهِ الأَسْمَاءُ الْحُسْنَى فَدْعُوْهُ بِهَا
Allah memiliki Nama-Nama yang husna, maka berdo’alah dengannya..” [QS. al-A’raaf: 180]
Terdapat banyak hadits shahih yang menunjukkan Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam sering kali berdo’a menggunakan wasilah Nama dan Sifat Allah, salah satunya adalah do’a yang sedang dikupas ini, menjadikan Nama-Nama Allah sebagai wasilah. Yaitu pada kalimat: “...Aku memohon kepada-Mu dengan (wasilah) Nama-Nama-Mu, ...dst”
Do’a yang sedang dikupas ini menjadi dalil bahwa ada Nama-Nama Allah yang masih bersifat rahasia di sisi-Nya. Sehingga Nama-Nama Allah (yang juga mencerminkan Sifat-Sifat-Nya) tidak bisa dibatasi (apalagi hanya sebatas 20 Sifat saja-red). Di akhirat kelak akan terbukti kedahsyatan do’a Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam saat beliau bertawassul menggunakan Nama-Nama Allah yang masih rahasia itu, ketika manusia meminta syafa’at beliau agar hisab mereka disegerakan oleh Allah. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda:
فَأَنْطَلَقُ فَآتِيْ تَحْتَ الْعَرْشِ فَأَقَعُ سَاجِدًا لِرَبِّي ثُمَّ يَفْـتَحُ اللهُ عَلَيَّ وَيُلْهِمُـنِيْ مِنْ مَحَـامِدِهِ وَحُسْنِي الثَّنَاءِ عَلَيْهِ شَيْئًا لَمْ يَفْتَحْهُ لأحَدٍ قَبْلِيْ
Kemudian aku mendatangi (Allah), di bawah ‘Arsy aku bersujud untuk Rabb-ku, kemudian Allah membukakan bagiku, dan mengilhamkan aku untaian (kalimat) puji-pujian terbaik bagi-Nya, yang belum pernah dibukakan untuk seorang pun sebelumku.” [Shahih Bukhari: 4812, Shahih Muslim: 194]
4. MEMBACA & MENGAMALKAN AL-QUR-AN
Dalam do’a ini terdapat kalimat: “...agar sudi kiranya Engkau jadikan al-Qur-an sebagai “hujan musim semi” dalam hatiku, cahaya di dadaku, penghilang kesedihanku dan kesusahanku.”
Tidaklah kita diselimuti oleh kabut kesusahan dan kesempitan hidup melainkan karena kita jauh dari al-Qur-an, baik itu dari membacanya, memahaminya, dan terlebih-lebih lagi dari mengamalkan tuntunannya.  Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassalam bersabda (artinya):
Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah di antara rumah-rumah Allah untuk membaca al-Qur-an dan saling mempelajarinya, melainkan pasti Allah akan menurunkan di antara mereka as-Sakinah (ketenangan), mereka akan diliputi oleh rahmat, dikelilingi oleh para Malaikat, dan dipuji oleh Allah di hadapan makhluk-makhluk yang berada dekat dengan-Nya.” [Shahih Muslim: 2699 dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu]
***
(Disadur secara bebas oleh Redaksi al-Hujjah dari makalah yang berjudul “Aatsarul Adzkaar asy-Syar’iyyah fii Thorodil Hammi wal Ghommi” karya Syaikh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq ‘Abdulmuhsin al-Badr, Cet. I/1431 H, Madina-KSA.) Muroja’ah: Ust. Mizan, Lc.
Download PDF-nya : Disini

No comments:

Post a Comment

Blog Archive